-->
cfFp0twC8a3yW2yPPC8wDumW5SuwcdlZsJFakior
Bookmark

Larangan Ngangkang Style Bagi Perempuan, Apakah Sudah Sesuai Syariat Islam?

Apakah larangan ngangkang bagi perempuan di atas motor sesuai dengan syariat Islam? Simak analisis lengkap dari perspektif hukum Islam dan keselamatan berkendara.

Isu mengenai larangan perempuan duduk ngangkang di atas motor pernah menjadi perbincangan hangat. Banyak yang bertanya-tanya, apakah larangan ini benar-benar sesuai dengan syariat Islam atau justru merupakan bentuk pengekangan kebebasan yang tidak beralasan? 

Tulisan ini akan membahas topik tersebut secara mendalam dengan tinjauan dari perspektif hukum Islam dan juga keselamatan berkendara.

Asal Mula Larangan Duduk Ngangkang

Seperti yang diketahui, Walikota Lhokseumawe pernah mengeluarkan seruan untuk melarang perempuan duduk ngangkang di atas motor. Kebijakan ini dihubungkan dengan upaya menjaga martabat dan marwah perempuan sesuai dengan syariat Islam. Namun, perdebatan muncul karena tidak ada dasar yang jelas dalam Al-Qur'an maupun Hadits mengenai aturan ini.

Ø¥ِÙ†َّÙ…َا الْØ£َعْÙ…َالُ بِالنِّÙŠَّاتِ

“Sesungguhnya segala amal itu tergantung niatnya” (HR. Bukhari Muslim)

Penjelasan dari Perspektif Fikih

Jika kita meninjau dari sudut pandang fikih, duduk ngangkang atau menyamping di atas motor bukanlah suatu hal yang secara eksplisit diatur dalam Al-Qur'an maupun Hadits. Dalam metode penalaran bayany, yang bertumpu pada makna kata (lafaz), tidak ada larangan tegas tentang posisi duduk perempuan saat berkendara. Aturan ini lebih bergantung pada interpretasi lokal dan kebiasaan masyarakat.

Lebih jauh lagi, penalaran ta'lily atau analisis motif hukum, digunakan untuk mencari alasan yang mendasari suatu larangan. Jika memang ada larangan perempuan duduk ngangkang di atas hewan seperti kuda atau unta di masa lalu, maka bisa diambil kesimpulan bahwa kendaraan tersebut dianggap mirip dengan sepeda motor. Namun, bukti-bukti yang ada tidak cukup kuat untuk menjadikan ini sebagai dalil yang mengharuskan duduk menyamping.

Aspek Keselamatan Berkendara

Salah satu aspek penting yang harus dipertimbangkan adalah keselamatan berkendara. Menurut ahli keselamatan jalan raya, duduk menyamping di atas motor bisa meningkatkan risiko kecelakaan. Posisi duduk ngangkang dianggap lebih stabil dan seimbang dibandingkan dengan duduk menyamping, yang cenderung membuat pengendara atau penumpang tidak seimbang saat berbelok atau menghadapi goncangan di jalan.

Pernyataan ini diperkuat oleh Road Safety Association yang menjelaskan bahwa posisi ideal saat berkendara adalah duduk ngangkang karena dapat menjaga keseimbangan dengan lebih baik.

Tujuan Utama Syariat Islam

Dalam penalaran istishlahy, yang berfokus pada tujuan utama syariat, yaitu untuk mewujudkan kemaslahatan dan mencegah kemudharatan, maka tindakan yang menimbulkan bahaya harus dihindari. 

Salah satu tujuan utama dari penerapan hukum Islam adalah menjaga jiwa (hifdzun nafs), yang artinya mencegah kecelakaan atau cedera lebih diutamakan daripada menegakkan aturan yang berpotensi menimbulkan risiko kecelakaan.

Apakah Larangan Ini Sesuai dengan Syariat?

Jika kita menganalisis lebih dalam, larangan duduk ngangkang bagi perempuan di atas motor tidak memiliki dasar yang kuat dalam syariat Islam. Tidak ada dalil yang tegas baik dari Al-Qur'an maupun Hadits yang melarang perempuan duduk ngangkang. Selain itu, dari sisi keselamatan, duduk ngangkang justru lebih dianjurkan karena lebih stabil dan mengurangi risiko kecelakaan.

Sebagai tambahan, kita harus mengingat bahwa syariat Islam memiliki tujuan utama untuk melindungi umat dari bahaya, termasuk dalam hal keselamatan berkendara. Oleh karena itu, kebijakan yang mengharuskan perempuan duduk menyamping harus dipertimbangkan kembali agar tidak bertentangan dengan prinsip dasar maqasid syariah (tujuan syariat).

Kesimpulan

Berdasarkan analisis dari perspektif fikih dan keselamatan berkendara, larangan duduk ngangkang bagi perempuan di atas motor tidak memiliki dasar yang kuat dalam syariat Islam. Selain itu, posisi duduk ngangkang lebih dianjurkan untuk menjaga keselamatan di jalan raya. Oleh karena itu, kebijakan ini perlu ditinjau kembali dengan mempertimbangkan maqasid syariah, yaitu untuk melindungi jiwa dan menghindari kemudaratan.

Posting Komentar

Posting Komentar