-->
cfFp0twC8a3yW2yPPC8wDumW5SuwcdlZsJFakior
Bookmark

Lebih Mulia Mana Antara Ayah Ibumu Dibandingkan Guru Agamamu?

Dalam perjalanan menuntut ilmu agama, sering muncul pertanyaan, siapakah yang memiliki jasa lebih besar dalam hidup kita: orang tua yang melahirkan dan membesarkan kita, atau guru agama yang membimbing kita menuju jalan kebenaran? 

Pertanyaan ini seringkali membingungkan, terutama karena ada ucapan dari sebagian ulama yang menekankan keutamaan guru agama dibandingkan orang tua.

Perspektif Imam Ghozali: Hak Guru Lebih Besar?

Imam Ghozali, salah satu ulama besar dalam sejarah Islam, pernah menyampaikan sebuah pernyataan yang banyak dikutip:

حق المعلم أعظم من حق الوالدين فإن الوالد سبب الوجود الحاضر والحياة الفانية والمعلم سبب الحياة الباقية

"Hak guru lebih besar dari hak orang tua, karena ayah adalah penyebab keberadaanmu sekarang dan kehidupan fana, sedangkan guru adalah penyebab kehidupan abadi."

Lebih lanjut, Imam Ghozali menjelaskan bahwa peran guru bukan hanya memberikan ilmu duniawi, namun juga membimbing manusia menuju kehidupan yang abadi di akhirat. Guru yang mengajarkan ilmu akhirat memiliki kedudukan istimewa, karena tanpanya, kita mungkin akan terjerumus ke dalam kebinasaan.

Memahami Kasus Secara Individual

Namun, pernyataan ini sering disalahpahami. Imam Ghozali tidak bermaksud mengesampingkan jasa orang tua, terutama jika mereka adalah orang tua yang saleh. Setiap individu tentu memiliki latar belakang yang berbeda. Dalam beberapa kasus, orang tua justru menjadi fondasi pertama dalam menanamkan nilai-nilai keimanan dan Islam pada anak-anaknya.

Jika orang tua kita adalah sosok yang saleh, mereka sudah pasti yang pertama kali mengenalkan kita pada agama, menjaga kita dari pengaruh buruk, dan mendidik kita untuk tetap teguh dalam Islam. Orang tua juga sering kali berperan besar dalam mendorong anak-anak mereka untuk mendalami ilmu agama, termasuk dengan menyekolahkan mereka ke pesantren atau lembaga pendidikan Islam lainnya.

Kisah Uwais Al Qarani: Mengutamakan Ibu

Contoh lain yang menunjukkan betapa besarnya kedudukan orang tua adalah kisah Uwais Al Qarani, seorang tabi'in yang sangat berbakti kepada ibunya. Uwais memilih untuk tetap tinggal bersama ibunya daripada berhijrah ke Madinah dan mendapatkan kemuliaan sebagai sahabat Nabi Muhammad SAW. 

Tindakannya menunjukkan bahwa berbakti kepada orang tua adalah perintah yang sangat dihargai dalam Islam, bahkan melebihi keinginan untuk mendapatkan kemuliaan dari sisi lain.

Nasihat Nabi Muhammad SAW tentang Berbakti pada Orang Tua

Nabi Muhammad SAW juga memberikan contoh tentang pentingnya berbakti kepada orang tua. Dalam sebuah riwayat, ada seorang lelaki yang ingin berjihad di jalan Allah, namun kedua orang tuanya menangis karena khawatir akan keselamatannya. Rasulullah SAW justru memerintahkan lelaki tersebut untuk kembali kepada orang tuanya dan menyenangkan hati mereka:

فارجع إليهما فأضحكهما كما أبكيتهما

"Kembalilah kepada kedua orang tuamu, buatlah mereka tertawa bahagia sebagaimana engkau telah menjadikan keduanya menangis." (HR. Ahmad dan Abu Daud)

Hadis ini menekankan betapa besar hak orang tua dan bagaimana berbakti kepada mereka bisa lebih diutamakan dibandingkan dengan perintah jihad sekalipun, kecuali dalam situasi-situasi tertentu.

Guru Agama Mengajarkan untuk Mengutamakan Orang Tua

Guru agama yang baik akan selalu mengajarkan murid-muridnya untuk mengutamakan hak orang tua, selama orang tua tersebut tidak menyuruh anaknya melakukan maksiat atau dosa. Ini adalah salah satu nilai utama dalam ajaran Islam, yaitu keseimbangan antara ketaatan kepada orang tua dan ketaatan kepada guru.

Kesimpulan: Ayah Ibu Adalah Guru Pertamamu

Pada akhirnya, orang tua adalah guru pertama kita. Mereka adalah yang pertama kali mengajarkan nilai-nilai kehidupan, iman, dan akhlak mulia. Sedangkan guru agama, meskipun memiliki peran yang sangat besar, datang di tahap selanjutnya untuk memperdalam ilmu dan menuntun kita menuju kehidupan akhirat. Keduanya memiliki hak yang besar, namun orang tua adalah yang pertama kali memperkenalkan kita pada dunia dan akhirat.

Wallahu a'lam bish-shawab.

Posting Komentar

Posting Komentar