Kejadian penting pada hari Asyura (10 Muharram) yang dialami para nabi |
Masa kehancuran, kebangkitan dan masa keemasan suatu kaum atau umat di dunia ini selalu terjadi silih berganti, dari satu peradaban keberadaban lainnya, dari suatu generasi ke generasi lainnya, dari suatu abad ke abad lainnya. Sesuai dengan sunnatullah, berbagai peristiwa itu akan terus bergulir dengan pasti.
Semua kejadian tersebut bisa menjadi pelajaran yang sangat berharga untuk kita dan untuk generasi yang akan datang. Dengan mengambil hikmah dan pelajaran dari peristiwa tersebut, kita dapat memilih mana yang baik diteladani dan mana yang buruk yang perlu dihindari.
Hari Asyura (10 Muharram) merupakan hari yang penuh bersejarah. Karena pada hari tersebut telah terjadi berbagai peristiwa penting pada masa lalu di zaman para nabi, yang sangat mempengaruhi umat dan peradaban setelahnya.
Berdasarkan beberapa riwayat, kejadian penting itu telah disebutkan, di antaranya sebagai berikut:
- Diterimanya taubat Nabi Adam 'alaihissalam. Beliau bertobat kepada Allah dari dosa-dosanya.
- Berlabuhnya kapal Nabi Nuh 'alaihissalam di bukit Zuhdi dengan selamat, setelah banjir bandang melanda dunia dan menghanyutkan serta membinasakan seisinya.
- Selamatnya Nabi Ibrahim 'alaihissalam dari siksa Namrud, berupa api yang membakar.
- Dibebaskannya Nabi Yusuf 'alaihissalam dari penjara Mesir akibat terkena fitnah.
- Keluarnya Nabi Yunus 'alaihissalam dari perut ikan hiu dengan selamat.
- Nabi Ayyub 'alaihissalam disembuhkan oleh Allah dari penyakit kronisnya yang menjijikkan.
- Diselamatkannya Nabi Musa 'alaihissalam dan umatnya kaum Bani Israil dari kejaran Fir’aun dan bala tentaranya di Laut Merah. Beliau dan umatnya yang berjumlah sekitar lima ratus ribu orang selamat memasuki gurun Sinai untuk kembali ke tanah leluhur mereka.
- Dan masih banyak lagi peristiwa lain yang terjadi pada hari Asyura tersebut, yang menunjukkan sebagai hari yang bersejarah penting, yang penuh hikmah dan pelajaran yang berharga bagi umat setelahnya.
Istri Rasulullah SAW, Sayyidah Aisyah pernah menyatakan bahwa hari Asyura adalah hari orang-orang Quraisy berpuasa di masa Jahiliyah. Rasulullah SAW juga ikut melaksanakannya. Setelah Rasulullah SAW berhijrah ke Madinah, beliau masih tetap melaksanakan puasa Asyura itu dan bahkan memerintahkan para sahabatnya supaya berpuasa juga. Nabi s.a.w. menegaskan:
مَنْ شَاءَ أَنْ يَصُومَهُ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ شَاءَ أَنْ يَتْرُكَهُ فَلْيَتْرُكْهُ
“Barangsiapa yang menghendaki berpuasa Asyura, berpuasalah dan siapa yang tidak suka boleh meninggalkannya." (HR. Bukhari, No: 1489; Muslim, No: 1987)
Seorang sahabat sekaligus saudara sepupu Nabi Muhammad SAW, Ibnu Abbas RA yang dikenal sangat ahli dalam tafsir al-Qur’an, pernah meriwayatkan bahwa saat Rasulullah berhijrah ke Madinah, beliau menjumpai orang-orang Yahudi di sana mengerjakan puasa Asyura. Rasulullah SAW pun bertanya tentang alasan mereka berpuasa. Mereka menjawab:
هُوَ يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَأَغْرَقَ آلَ فِرْعَوْنَ فَصَامَ مُوسَى شُكْرًا لِلَّهِ فَقَالَ أَنَا أَوْلَى بِمُوسَى مِنْهُمْ فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
“Allah telah melepaskan Musa dan Umatnya pada hari itu dari (musuhnya) Fir’aun dan bala tentaranya, lalu Musa berpuasa pada hari itu, dalam rangka bersyukur kepada Allah”. Nabi bersabda : “Aku lebih berhak terhadap Musa dari mereka." Maka Nabi pun berpuasa pada hari itu dan menyuruh para sahabatnya agar berpuasa juga." (HR. Bukhari; No: 1865 & Muslim, No: 1910)
Abu Musa al-Asy’ari mengatakan:
كَانَ يَوْمُ عَاشُورَاءَ يَوْمًا تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَتَتَّخِذُهُ عِيدًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صُومُوهُ أَنْتُمْ
“Hari Asyura adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan dijadikan oleh mereka sebagai hari raya, maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam bersabda: “Berpuasalah kamu sekalian pada hari itu." (H.R. Bukhari, No: 1866; Muslim, No: 1912)
Berdasarkan riwayat di atas, maka sudah jelas bagi kita, bahwa hari Asyura merupakan hari bersejarah yang sangat diagungkan dari umat ke umat berikutnya dan dari masa ke masa.
Jadi, kita sebagai umat Islam hendaknya menyambut hari Asyura itu dengan mengambil pelajaran dan hikmah dari sejarah masa lalu. Kita juga dianjurkan untuk menyambutnya sesuai dengan tuntunan dan bimbingan Rasulullah SAW.
Cara menyambut dan merayakan hari Asyura sesuai tuntunan Rasulullah SAW:
Pertama, melakukan puasa sunnah Asyura, yaitu tanggal 10 Muharram. Karena keutamaan puasa pada hari tersebut sangat dahsyat. Sebagaimana dinyatakan dalam hadits Rasulullah SAW:
سُئِلَ عَنْ صِياَمِ يَوْمِ عَاشُوْرآءَ؟ قَالَ: يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang puasa hari Asyura, beliau menjawab: “Puasa pada hari Asyura menghapuskan dosa setahun yang lalu." (HR. Muslim, No: 1977)
Dalam hadits yang lain, Rasulullah SAW menyebutkan:
أَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ الصَّلَاةُ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ وَأَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ صِيَامُ شَهْرِ اللَّهِ الْمُحَرَّمِ
“Sesungguhnya shalat yang terbaik setelah shalat fardhu adalah shalat tengah malam dan sebaik-baiknya puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah yang kamu menyebutnya bulan Muharram." (HR. Nasa’i, No: 1614)
Kedua, melakukan puasa Tasu’a atau puasa sunnah di hari kesembilan bulan Muharram. Mengenai puasa tasu'a ini, Ibnu Abbas meriwayatkan:
حِينَ صَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ عَاشُورَاءَ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّهُ يَوْمٌ تُعَظِّمُهُ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَإِذَا كَانَ الْعَامُ الْمُقْبِلُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ صُمْنَا الْيَوْمَ التَّاسِعَ قَالَ فَلَمْ يَأْتِ الْعَامُ الْمُقْبِلُ حَتَّى تُوُفِّيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (رواه مسلم وأبو داود)
“Pada waktu Rasulullah dan para sahabatnya mengerjakan puasa Asyura, para sahabat menginformasikan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wassalam bahwa hari Asyura diagungkan oleh orang-orang Yahudi dan Nasrani. Maka Nabi bersabda : “Tahun depan Insya Allah kami akan berpuasa juga pada hari kesembilan”. kata Ibnu Abbas, akan tetapi sebelum mencapai tahun depan Rasulullah s.a.w. wafat”. (H.R. Muslim, No: 1916, Abu Daud, No: 2089).
Dengan demikian, kita disunnahkan berpuasa selama 2 hari, yaitu tanggal 9 dan 10 Muharram, yaitu kita mengerjakan puasa Asyura dengan menambah satu hari sebelumnya yaitu hari Tasu’a, atau tanggal 9 di bulan Muharram.
Ketiga, memperbanyak sedekah. Dalam rangka menyambut dan merayakan bulan Muharram, kita dianjurkan untuk memperbanyak pengeluran dari belanja kita sehari-hari dengan cara bersedekah, membantu anak-anak yatim, membantu keluarga, kaum kerabat, orang-orang miskin dan mereka yang membutuhkan.
Namun perlu diingat, semua sedekah tersebut hendaknya disertai keikhlasan semata-mata mengharap keridhaan Allah dan hendaklah dilakukan dengan tidak memberatkan diri sendiri.
Mengenai hal bersedekah ini, Rasulullah SAW bersabda:
مَنْ وَسَّعَ عَلى عِيَالِهِ وَ أَهْلِهِ يَوْمَ عَاشُوْرَاءَ وَسَّعَ اللهُ عَلَيْهِ سَائِرَ سَنَتِهِ
“Siapa yang meluaskan pemberian untuk keluarganya atau ahlinya, Allah akan meluaskan rizki bagi orang itu dalam seluruh tahunnya.” (HR Baihaqi, No: 3795)
Dengan menyambut dan memperingati hari Asyura, kita tentu bisa memperoleh pelajaran penting dari perjuangan para Nabi dan Rasul terdahulu. Misi utama mereka pada dasarnya sama, yaitu demi menegakkan ajaran tauhid, meyakini ke-Esaan Allah subhanahu wata'ala yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
Selain menjadi pembelajaran, kejadian pada masa lalu juga menjadi cermin bagi kita agar tetap berpegang teguh pada tali agama Allah SWT dengan berusaha memisahkan yang haq dan yang batil, memisahkan yang baik dan buruk.
Berbagai peristiwa dan kejadian yang ada dalam alam semesta ini tentu menjadi pelajaran yang bermanfaat bagi orang-orang yang mempergunakan akalnya. Pergantian siang dan malam, pergantian musim dan pada segala sesuatu yang ada di alam ini terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah SWT. Semuanya menegaskan bahwa sesungguhnya Allah itu adalah Maha Esa dan Maha Kuasa. Wallahu A'lam..
Posting Komentar