-->
cfFp0twC8a3yW2yPPC8wDumW5SuwcdlZsJFakior
Bookmark

Kisah Cinta Beda Agama dari Putri Rasulullah SAW: Zainab RA

Kisah cinta beda agama telah berlangsung sejak zaman Nabi, dan salah satu putri Rasulullah SAW yang mengalaminya adalah Zainab RA. Zainab menikah dengan Abul Ash bin Rabi', seorang pemuka Quraisy, seperti yang disebutkan dalam Kelengkapan Tarikh Muhammad SAW karya Moenawar Chalil. 

Menurut buku Rumah Tangga Seindah Surga karya Ukasyah Habibu Ahmad, keduanya saling mencintai dengan sangat dalam, tetapi perbedaan keyakinan sempat memisahkan mereka. Meskipun begitu, cinta mereka tetap kuat.

Setelah wahyu kenabian turun kepada Rasulullah SAW, Abul Ash tetap teguh pada kepercayaan nenek moyangnya, dan terus menyembah berhala seperti orang-orang kafir Quraisy.

Kisah Pertemuan Zainab dan Abul Ash

Rasulullah SAW mempunyai putri sulung dari pernikahannya dengan Khadijah binti Khuwailid RA yang bernama Zainab RA. Kelahirannya terjadi sekitar 23 tahun sebelum beliau hijrah ke Madinah. Sebagai anak pertama, Zainab RA tumbuh dalam lingkungan yang penuh tanggung jawab dan kesabaran.

Abul Ash bin Rabi' bin Abdil Uzza bin Abdisy Syams bin Abdi Manaf bin Qushay al-Qurasyi, seorang pemuda terhormat dengan kekayaan melimpah, adalah keponakan dari Khadijah RA. Kehidupan Abul Ash bergelimang kenikmatan hingga ia menikah dengan Zainab RA sebelum masa kenabian Rasulullah SAW.

Pertemuan Zainab dan Abul Ash yang menikah dalam kondisi beda status ini menciptakan kisah menarik. Zainab RA terbiasa membantu ibunya dalam tugas rumah tangga dan mengasuh adik-adiknya sehingga ia belajar hidup dengan kesabaran dan keteguhan. Abul Ash yang tampan dan mempesona menjadi seorang pemuda yang kaya setelah dewasa.

Kisah Perjuangan Cinta Zainab binti Rasulullah SAW dan Abul Ash

Buku Rumah Tangga Seindah Surga karya Ukasyah Habibu Ahmad dan buku Kisah Nabi Muhammad SAW karya Yoyok Rahayu Basuki merangkum bahwa Rasulullah SAW akhirnya memutuskan untuk hijrah dari Makkah. 

Namun, Zainab RA tidak diperbolehkan oleh suaminya dan keluarganya untuk ikut meninggalkan Makkah. Bahkan pada Perang Badar, Zainab RA menjadi satu-satunya muslimah yang masih tinggal di Makkah bersama orang-orang kafir Quraisy.

Abul Ash, suami Zainab RA, ikut serta dalam peperangan tersebut dan melawan ayah mertuanya, yaitu Rasulullah SAW dan kaum muslimin. Tentu saja, Zainab RA merasa gelisah dengan situasi tersebut. Meski ia berdoa agar Allah SWT memberikan kemenangan pada kaum muslimin, namun ia juga berharap suaminya dijauhkan dari bahaya dan mendapat hidayah untuk memeluk Islam.

Setelah peperangan berakhir, kaum muslimin berhasil memenangkan pertempuran dan Abul Ash menjadi salah satu tawanan. Ia dibawa ke Madinah dan Rasulullah SAW memutuskan bahwa setiap tawanan harus menebus diri mereka jika ingin bebas.

Zainab RA tentu merasa sedih dengan keadaan suaminya. Ia tidak ingin sang suami menderita, namun di sisi lain, ia juga berharap suaminya bisa memeluk agama Islam dan bergabung bersama keluarganya di Madinah.

Dalam mewajibkan setiap tawanan menebus diri mereka jika ingin bebas, Rasulullah SAW menetapkan uang tebusan yang bervariasi, antara 1.000-4.000 dirham, tergantung pada kedudukan dan kekayaan para tawanan di kaumnya.

Zainab RA tidak tinggal diam melihat suaminya menjadi tawanan kaum muslimin. Ia pun mengirimkan uang tebusan dan sebuah kalung pemberian ibunya, Khadijah binti Khuwailid. 

Saat Rasulullah SAW melihat kalung tersebut bersama Zainab RA, beliau sangat terharu hingga air mata menetes di pipinya.

Setelah melihat duka yang dirasakan oleh Rasulullah SAW, para sahabat sepakat untuk membebaskan Abul Ash bin Rabi' tanpa harus membayar tebusan. Rasulullah SAW kemudian mengembalikan kalung tersebut dan meminta Abul Ash untuk menceraikan Zainab RA.

Menurut hukum Islam, seorang wanita mukmin tidak boleh menikahi laki-laki kafir. Abul Ash yang mendengarnya kemudian menyetujui hal tersebut dan ketika kembali ke Makkah, keluarga Abul Ash meminta ia menceraikan Zainab RA, istrinya.

Namun, Abul Ash sangat mencintai Zainab sehingga ia berkata, "Di suku Quraisy tidak ada gadis yang dapat menandingi istriku." Meskipun dihalangi-halangi orang Quraisy, pada akhirnya Abul Ash melepaskan Zainab ke Madinah.

Namun, di tengah perjalanan, beberapa orang Quraisy mengganggu unta Zainab RA sehingga putri Rasulullah SAW tersebut jatuh dan ia kehilangan bayinya karena keguguran. Setelah kejadian tersebut, Zainab RA terus sakit-sakitan dan lukanya sulit untuk diobati.

Namun, pada akhirnya, Abul Ash diberi hidayah oleh Allah SWT dan masuk Islam. Ia menyusul Zainab RA pada tahun ke 7 Hijriah. Rasulullah SAW sangat senang menerima menantunya kembali, dan Zainab RA pun bahagia, hari-hari terakhir hidupnya ditemani suami tercinta.

Pada tahun 8 Hijriah, Zainab RA wafat. Cerita Zainab RA, putri Rasulullah SAW yang pernah mengalami cinta beda agama dengan salah seorang Quraisy, penyembah berhala, menjadi pengingat bagi setiap mukmin tentang kekuatan cinta dan keteguhan dalam menjalankan ajaran Islam.

Berdasarkan kisah di atas, dapat disimpulkan bahwa cinta beda agama bisa menjadi ujian yang sangat berat bagi seorang mukmin. Namun, keteguhan dan keimanan pada ajaran Islam dapat membawa kebahagiaan dalam hidup dan kehidupan setelahnya.

Zainab RA adalah salah satu putri Rasulullah SAW yang menjadi teladan bagi setiap wanita muslim. Meskipun ia harus mengalami cobaan yang berat dalam menjalani pernikahannya dengan Abul Ash, keimanan dan keteguhan Zainab RA tetap tak tergoyahkan.

Kisah cinta beda agama Zainab RA dan Abul Ash juga menjadi pelajaran bagi setiap muslim bahwa cinta yang sesuai dengan ajaran Islam tidak akan menghancurkan keimanan seseorang. Sebaliknya, cinta yang sesuai dengan ajaran Islam akan membawa kebahagiaan dan kesuksesan dalam kehidupan. 

Dalam kisah cinta beda agama Zainab RA dan Abul Ash, terlihat bahwa keimanan yang kuat dan kecintaan pada ajaran Islam bisa membawa kebahagiaan dan kesuksesan. Bagi setiap mukmin, cerita ini menjadi pengingat bahwa cinta harus selalu dipertahankan dengan cara yang sesuai dengan ajaran agama.

Posting Komentar

Posting Komentar