Salah satu shalawat yang sangat masyhur di Indonesia adalah shalawat atau Qasidah Burdah. Keistimewaan Qasidah Burdah sebagai shalawat terkenal di Indonesia adalah karena mengandung syair-syair pujian kepada Nabi Muhammad saw, pesan moral, nilai spiritual, dan semangat perjuangan.
Bacaan ini sering dibacakan pada acara maulid Nabi Muhammad SAW, di pesantren, dan juga di tengah masyarakat.
Qasidah Burdah disusun oleh seorang ulama terkenal, yaitu Imam al-Bushiri, yang dikenal sebagai alim dan sufi yang sangat mencintai Rasulullah SAW.
Kecintaan Imam al-Bushiri kepada Nabi Muhammad saw tercermin dalam syair-syair Qasidah Burdah. Selain memberikan panduan untuk meningkatkan moral dan spiritual, Qasidah Burdah juga mengajarkan hakikat cinta sejati kepada Rasulullah saw.
Selain itu, Qasidah Burdah juga memberikan pengakuan penting bagi umat Nabi Muhammad SAW, bahwa tidak ada amalan yang berguna tanpa mendapatkan syafaatnya kelak di hari kiamat.
Biografi Imam al-Bushiri, Penyusun Qasidah Burdah
1. Awal Kehidupan Imam al-Bushiri
Imam al-Bushiri, penulis Qasidah Burdah terkenal, lahir pada tahun 609 H di desa Dalas, Mesir. Nisbat al-Bushiri diambil dari desa Bushir, tempat keluarganya berasal.
Ayahnya mendidiknya langsung dalam ilmu Al-Qur'an sejak kecil dan al-Bushiri pun tumbuh menjadi seorang yang sangat mencintai ilmu.
Selain dari ayahnya, ia juga belajar dari Syekh Abul 'Abbas al-Mursi, ulama terkenal yang merupakan murid kesayangan Imam Abu Hasan as-Syadzili.
2. Karya dan Kepopuleran Imam al-Bushiri
Semangatnya dalam mencari ilmu dan cinta pada Rasulullah SAW membuat Imam al-Bushiri menjadi ulama yang sangat alim, sufi, dan sastrawan.
Ia telah menulis beberapa karya seperti al-Hamziyyah, al-Haiyyah, al-Daliyyah, Qasîdahtul Mudhriyyah dan Tahdzîbul Fâdil A’miyyah.
Namun, karya yang paling terkenal adalah Qasidah Burdah atau al-Kawâkibud Duriyyah fî Madhi Khairil Bariyyah. Karya ini sangat populer dan menjadi kitab yang banyak disyarahi oleh para ulama.
Karya fenomenal ini juga sangat terkenal karena keikhlasan dan kecintaan penulisnya pada Rasulullah saw, sehingga selalu menggema di seluruh dunia.
3. Peninggalan Imam al-Bushiri
Imam al-Bushiri wafat pada tahun 696 H dan dimakamkan di dekat makam Syaikh Abil 'Abbas al-Mursi di kota Iskandaria, Mesir.
Meskipun telah wafat, warisan Imam al-Bushiri tetap hidup dan terus dipelajari oleh banyak orang. Karya-karyanya, terutama Qasidah Burdah, masih menjadi sumber inspirasi bagi banyak orang dan menjadi bukti kecintaannya pada Rasulullah saw.
Sejarah dan Kelebihan Qasidah Burdah
Muqaddimah Syarhul Burdah oleh Imam al-Baijuri menceritakan awal mula penulisan Qasidah Burdah ketika Imam al-Bushiri terkena penyakit lumpuh yang membuatnya tak berdaya.
Tanpa dapat melakukan banyak hal, Imam al-Bushiri menemukan cara baru untuk mengisi waktunya.
Keterbatasan fisiknya memaksa dia untuk beralih pada menulis pujian-pujian indah tentang Nabi Muhammad SAW dengan harapan bisa mendapatkan syafaat dari sang Nabi. Sebagaimana dijelaskan:
رُوِيَ أَنَّهُ أَنْشَأَ هَذِهِ الْقَصِيْدَةَ حِيْنَ أَصَابَهُ فَالِجٌ، فَاسْتَشْفَعَ بِهَا إِلَى اللهِ تَعَالَى. وَلَمَّا نَامَ رَأَى النَّبِي فِي مَنَامِهِ، فَمَسَحَ بِيَدِهِ الْمُبَارَكَةِ بَدَنَهُ فَعُوْفِيَ
Artinya, “Diriwayatkan sesungguhnya Imam al-Bushiri menggubah Qasidah Burdah ini ketika sedang menderita sakit lumpuh, kemudian ia memohon syafaat kepada Allah swt dengannya. Lalu ketika tidur, beliau bermimpi bertemu Nabi Muhammad saw, kemudian Nabi Saw mengusap badan al-Bushiri dengan tangan yang penuh berkah, dan setelah itu al-Bushiri pun sembuh.” (Al-Baijuri, Syarhul Burdah, [Mesir, Maktabah ash-Shafa: 2001], halaman 3).
Setelah terbangun dari tidurnya dalam keadaan sehat, banyak orang datang ke rumah Imam al-Bushiri dan kemudian berkata:
“Wahai Tuanku, saya berharap Engkau bisa memberikan qasidah yang di dalamnya ada pujian kepada Rasulullah.”
“Qasidah mana yang Engkau kehendaki?”, jawab Imam al-Bushiri.
“Qasidah yang diawali dengan syair ‘amin tadzakkuri jirânin”, kata mereka.
Maka Imam al-Bushiri memberikan qasidah yang dimaksud. Banyak orang kemudian mengambil keberkahan darinya dan menggunakan qasidah tersebut sebagai sarana dan obat untuk kesembuhan.
Namun, Imam al-Baijuri menegaskan bahwa menggunakan Qasidah Burdah sebagai wasilah untuk kesembuhan bukan berarti memohon keselamatan dan kesehatan dengan lafal-lafal tertentu dalam qasidah tersebut dan menganggapnya memiliki otoritas untuk menyembuhkan penyakit, melainkan murni bertawassul kepada Nabi Muhammad melalui Qasidah Burdah.
Lebih lanjut Imam al-Baijuri menegaskan:
أَصْبَحَ النَّاسُ يَتَبَرَّكُوْنَ بِهَا وَيَسْتَشْفِعُوْنَ بِهَا، عَلَى أَنَّ الْاِسْتِشْفَاءَ بِهَا لَيْسَ اسْتِشْفَاءً بِأَلْفَاظِهَا، وَاِنَّمَا هُوَ اِسْتِشْفَاءً بِرَسُوْلِ اللهِ
Artinya, “Banyak orang mengambil berkah Qasidah Burdah dan memohon syafaat dengannya, berdasarkan prinsip bahwa permohonan syafaat dengannya bukan dengan lafal-lafalnya, akan tetapi hupada hakikatnya adalah memohon syafaat dengan Rasulullah saw.” (Al-Baijuri, Syarhul Burdah, halaman 4).
Qasidah ini memiliki keunggulan dari segi penyusunan dibandingkan dengan qasidah lain.
Imam Al-Bushiri tidak hanya menulis pujian untuk Rasulullah saw dan peningkatan spiritualitas kepada Allah, melainkan juga mengungkapkan kelahiran Rasulullah SAW, mukjizat-mukjizat Al-Qur'an, serta nasab dan keturunan Rasulullah SAW.
Ia juga mengingatkan manusia tentang bahaya hawa nafsu, menceritakan peristiwa Isra' Mi'raj, menjelaskan jihad dan peperangan Rasulullah SAW, serta menguraikan tawasul dan permohonan syafaat.
Akhirnya, qasidah ini ditutup dengan munajat dan ungkapan perasaan hina di hadapan Allah swt.
Keutamaan dan Manfaat Qasidah Burdah
Dalam kitab az-Zubdah fî Syarhil Burdah, disebutkan bahwa ada seseorang yang menderita sakit mata yang parah dan bermimpi mendengar suara yang mengatakan:
خُذْ مِنَ الْبُرْدَةِ وَاجْعَلْهَا عَلَى عَيْنَيْكَ
Artinya, “Ambillah Qasidah Burdah, kemudian letakkan di depan matamu.”
Setelah terbangun, dia meminta saran dari Syekh al-Wazir, yang menjelaskan bahwa Qasidah Burdah berisi pujian-pujian kepada Nabi Muhammad SAW dan dapat menjadi media (wasilah) pengobatan.
Kemudian, Syekh al-Wazir menempatkan Qasidah Burdah di depan mata orang tersebut dan dengan izin Allah, penyakit matanya sembuh. Hal ini menunjukkan manfaat dan fadhilah yang dimiliki oleh Qasidah Burdah sebagai obat atau media pengobatan.
Selain itu, Qasidah Burdah dapat digunakan sebagai sarana untuk memohon kepada Allah agar kebutuhan kita terpenuhi, seperti yang diungkapkan oleh Syekh Ali al-Qari:
وَهِيَ مُجَرَّبَةٌ عِنْدَ طَلَبِ الْحَاجَاتِ وَنُزُوْلِ الْمُهِمَّاتِ
Artinya, “Qasidah Burdah sangat mujarab (dijadikan media) untuk memohon pemenuhan berbagai hajat dan suksesnya berbagai kepentingan.” (‘Ali al-Qari, az-Zubdah, halaman 13).
Syekh Ali al-Qari mengatakan bahwa qasidah ini dinamai "Burdah" yang berarti kain selimut atau baju karena memiliki kemampuan sebagai wasilah untuk menyelamatkan seseorang dari berbagai cobaan dan dapat menjadi media obat penyembuh berbagai penyakit. Seperti halnya sebuah baju yang melindungi dari panas terik matahari dan cuaca yang ekstrem.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, membaca Qasidah Burdah bukanlah suatu cara untuk memohon keselamatan dan kesehatan dengan cara memuja lafal-lafal yang terkandung di dalamnya.
Tidak ada pula keyakinan bahwa membaca Qasidah Burdah adalah satu-satunya jalan menuju keselamatan. Melainkan, membaca Qasidah Burdah hanyalah sebagai sarana untuk bertawasul kepada Rasulullah saw.
Dalam membaca Qasidah Burdah, kita bersholawat memuji Rasulullah dengan harapan agar Allah SWT memenuhi semua kebutuhan dan keinginan kita.
Bagaimana Cara Membaca Qasidah Burdah dengan Tepat?
Qasidah Burdah adalah salah satu bacaan yang diucapkan untuk mengekspresikan kerinduan kepada Nabi Muhammad saw, meneladani kehidupannya, dan juga meningkatkan kehidupan spiritual.
Oleh karena itu, bacaan ini harus dibaca dengan penuh sopan santun di tempat yang layak dan dalam keadaan yang suci. Menghormatinya sama dengan menghormati Rasulullah SAW, yang juga menjadi tokoh yang dibacakan dalam qasidah ini.
Adapun tentang bagaimana cara membacanya, berikut adalah beberapa langkah yang perlu diikuti:
Pertama, bacalah Surah Al-Fatihah sebagai hadiah untuk Nabi Muhammad saw dan Imam Al-Bushiri.
Kedua, mengajak orang lain untuk bersama-sama membaca shalawat kepada Nabi Muhammad saw, dengan membaca ayat sebagai berikut:
إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا (الأحزاب: 56)
"Inna Allah wa malaikatahu yusalluna 'ala an-Nabi, ya ayyuha alladhina amanu sallu 'alayhi wa sallimu tasliman." (Al-Ahzab: 56)
Artinya, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (QS al-Ahzab: 56).
Ketiga, untuk setiap bait tertentu dalam Qasidah Burdah, bacalah shalawat sebagai permulaan, seperti berikut:
مَوْلَايَ صَلِّ وَسَلِّمْ دَائِمًا أَبَدًا * عَلَى حَبِيْبِكَ خَيْرِ الْخَلْقِ كُلِّهِمِ
"Mawlaya salli wa sallim da’iman abadan, ‘Ala habibika khayril khalqi kullihimi."
Artinya, “Wahai Tuhanku, limpahkanlah selalu rahmat penghormatan dan keselamatan atas kekasih-Mu Nabi Muhammad saw, makhluk terbaik di antara seluruh makhluk.”
Demikian biografi singkat terkait penyusun Qasidah Burdah, latar belakang penyusunan, dan keutamaan Qasidah Burdah. Semoga bermanfaat. Wallâhu a’lam bisshawâb.
Sumber: NU Online
Posting Komentar